Aku terlahir dari kekejaman malam dan beribu siang. Aku kaum papa. Emas, meski sebesar biji sawipun aku tiada daya untuk memiliki. Kau bertanya padaku tentang keluarga? Maka beribu maaf, aku tak memiliki keluarga seperti yang kau maksud. Aku hidup sendiri. Hutan darah dan airmata adalah keluargaku. Hujan Cinta-Nya yang mempertahankan hidupku.
Ketika aku menangis, aku berharap tiada seorangpun yang akan bertanya padaku mengapa aku menangis. Malahan, aku akan begitu bersyukur, jika tak ada seorangpun yang peduli akan saat ini. Ketika aku menangis, darah dan airmataku sama-sama menitih dari ragaku. Sungguh kusayangkan, ada yang mengetahui nasibku ini. Namun aku bersyukur, ia jauh lebih baik daripada praduga awalku.
Aku terlahir dari kekejaman malam. Tak ada seorangpun, Wahai Malam Sunyi! Seberkas hati yang lelah bersinar bersiap pergi dan hanya tersisa seonggok duri dengan bisa racunnya mulai menguak cawan hati. Kelembutan hati-Mu, Ya Roh Pemberi Hidup, telah semakin menyengsarakan badan ragawiku dan menguatkan semangat rohku. Ketika jiwaku bersandar pada tepian dinding-dinding kemah-Mu, tlah kuketahui bahwa ragaku mati. Aduhai! Belaian lembut-Mu yang mengangkat rohku membumbung ke Langit Kedekatan-Mu, melihat dengan kedua mata rohaniku sendiri, Surya Kebenaran, yang dengan gerakan pena-Nya, telah berubahlah seluruh tatanan dan pola di masa lampau, dan menyerukan, “Inilah Hari Baru!”. Musim Semi Ilahi Telah Datang!
Aku terlahir dari kekejaman malam. Begitu rancu dan lemahnya daya pemikiranku. Aku tak mampu berfikir dan Engkau telah menolongku berfikir. Aku tak dapat bergerak dan Engkau memapahku berjalan. Aku tak mampu bicara dan Engkau menganugerahi daku seorang Guru yang Mulia, Guru Ilahi. Aku tak bisa bernyanyi maupun menari dan Engkau mengajariku dengan semangat Cinta Tuhan dan Kasih Sayang Sejati, lekuk demi lekuk, bait demi bait nada. Aku tak mampu memaknai Kata-kata-Mu dan Engkau memberiku Penasehat dan Penerjemah yang dengan kebijaksanaan yang luar biasa menuntunku untuk memahami Samudra Sabda-sabda-Mu.
Dan ketika hati perihku bertanya, “Ya Allah, Roh Pemberi Hidup! Aku tak mampu bernafas. Lalu apa yang akan Engkau lakukan terhadap diriku?..”, sekali lagi, dengan Cinta yang Luar Biasa, Engkau menganugerahiku dengan Cahaya Layla, menjagaku ketika dadaku penuh dengan udara hampa, memelukku ketika dingin angin fajar menembus rongga-rongga paruku, membuatnya beku akan warna-warni kehidupan, meneteskan eluh dan airmata dukanya saat aku merintih kesakitan karena beratnya deritaku, memohon dengan sangat kepada-Mu agar Engkau bersedia membagi sisa hidupnya agar selalu bersamaku.
Siapakah Malaikat Penjagaku ini, Ya Allah! Mengapa Kemilau Cahaya Layla begitu terang bersinar dari hati dan jiwanya? Lalu siapakah aku ini, hingga Engkau menganugerahiku dengan Cinta yang sedemikian kuat?
Aku terlahir dalam kekejaman malam dan Cinta Kasih-Mu membawaku ke Kemah Kesatuan dan menuntunku bersama Obor Api Cinta-Mu, mendaki terjal di atas tanah berduri, menggapai Fajar Harapan Baru dan mulai meninggalkan malam.
__Beib ‘Akka.